Cinta bagiku adalah sesuatu yang agung. Sekalipun aku telah banyak mengenal bermacam karakter laki-laki, tapi buatku belum cukup untuk memahami arti cinta yang sesungguhnya. Namaku Chona Marheta. Umurku 17 tahun. Sebenarnya belum saatnya di usiaku ini untuk berpetualang dari cinta yang satu ke cinta yang lain. Sekalipun telah lebih dari selusin laki-laki hadir dalam hidupku, tapi itu belum cukup membuatku mengerti apa yang dicari laki-laki dari cinta seorang perempuan. Cinta, kekayaan, kecantikan atau hanya kemolekan tubuh perempuan?
Entah mengapa Tuhan selalu saja mempertemukanku dengan laki-laki yang tak bisa setia pada satu cinta. Prinsipku, sekalipun aku sering berganti pacar, namun setiap kali menjalin hubungan aku selalu memegang komitmen, berusaha setia dan tak berniat mendua. Namun ternyata justru itu ujian bagiku. Kekecewaan demi kekecewaan menghampiri hidupku. 6 dari selusin laki-laki yang pernah menjadi pacarku adalah laki-laki yang smart, cool and calm. Mereka memiliki “sesuatu” yang diincar oleh sebagian besar perempuan. Mungkin karena mereka memiliki daya tarik “playboy” luar biasa.
Pengalaman demi pengalaman memiliki pacar yang gemar tebar pesona, mata jelalatan, otak ngeres dan gombal everyday membuatku kebal terhadap rayuan sedahsyat apapun. Laki-laki seperti ini memang paling oke dijadikan pacar, keren, gak malu-maluin, modis, gaya, gaul, selera dan imajinasi mereka tinggi sekali terhadap sosok perempuan! Tapi aku yakin, suatu saat akan kutaklukan laki-laki playboy yang kelak akan bertekuk lutut memohon cinta kepadaku. Ya, suatu saat!
Hubunganku dengan Ary, Eja, Firdis, Andi dan Herdi, dan sejumlah laki-laki lain semua berakhir dengan kata putus. Padahal sejak awal aku tahu sifat mereka yang senang merayu perempuan. Seharusnya aku sadar bahwa aku akan kecewa memiliki pacar seperti mereka. Tekadku mencari sosok playboy yang kuharapkan bisa mengejar cintaku sedemikian rupa ternyata tak pernah terwujud. Misiku belum tercapai. Aku lelah dengan semua ini. Petualangan dan misi gilaku ini harus diakhiri. Cukup sudah hampir selusin pria silih berganti mengisi hari-hariku. Saatnya pencarian playboy dengan cinta sejati kuhentikan.
Ternyata niatku untuk berhenti tak semudah membalikkan telapak tangan. Setahun terakhir ini aku mengenal sosok Rafhi. Kesan pertamaku terhadapnya, Rafhi adalah dia laki-laki baik, penyabar dan penuh kharisma. Rafhi berbeda dengan mereka yang pernah mengisi hatiku meski tanpa cinta yang utuh. Kekagumanku terhadap Rafhi memupus niatku untuk tak lagi jatuh cinta. Bila Rafhi jatuh cinta kepadaku, maka pilihanku akan jatuh pula kepadanya.
Kedekatanku dengan Rafhi tak terelakan lagi. Aku merasa nyaman bersamanya. Ia sungguh pandai memperlakukan perempuan dengan istimewa. Namun satu hal yang mengganjal hatiku, Rafhi adalah pacar orang! Ia adalah pacar dari perempuan yang memang saya tidak kenal. Ya Tuhan, masih belum selesaikah urusanku dengan laki-laki playboy sepanjang hidupku? Aku memang menyukai Rafhi, bahkan teramat menyukainya.
Semula aku membayangkan kisah cintaku akan berujung pada Rafhi. Di satu sisi, aku sungguh mengharapkan Rafhi bisa melabuhkan cintanya hanya untukku. Di lain sisi, terbayang wajah seorang perempuan yang kini menjadi pacarnya. Aku harus bagaimana Tuhan? Aku tahu ini salah. Sangat salah bila aku mengharapkan Rafhi. Tapi perhatian dan cinta Rafhia teramat indah. Seolah bagai mimpi dan aku tak mau terbangun dari mimpi indah itu.
Rafhi memohon pengertianku untuk bisa menerima kondisinya yang telah berpacaran. Tapi bagiku terasa menyesakkan dada. Apakah aku mencintai Rafhi? Benarkah aku mencintainya? Mengapa rasa ini sungguh sulit ditepiskan. Dulu, aku bisa dengan mudah membuang pacar-pacarku yang terbukti playboy. Aku bisa dengan mudah menepis ingatanku tentang mereka. Cintaku pun pupus seiring kandasnya kisah cintaku. Tapi kali ini? Mengapa aku tak bisa melakukan hal yang sama? Cinta ternyata bisa membuatku demikian bodoh!
Kisah cintaku dengan para playboy sebelum bertemu Rafhi selalu saja kandas hanya karena 1 sebab. Laki-laki playboy memang terbukti hanya mengejar kesenangan semata. Mereka hanya menginginkan 1 hal dari seorang perempuan, SEKS. Dari sekian laki-laki itu, ternyata tak satupun dari mereka yang tidak menginginkannya. Semua sama saja! Bukan cinta yang mereka tawarkan, tapi hasrat menggebu terhadap perempuan yang mereka kejar. Aku tak peduli mereka mengatakan aku norak, kampungan, gak gaul, kuper, dan sebutan lainnya hanya karena aku mempertahankan keperawananku.
Ternyata Rafhi pun tak ubahnya seperti mereka. Tapi entah mengapa, pesona Rafhi begitu sangat memabukkanku. Oh Tuhan, semoga aku bisa bertahan pada prinsipku. Aku takkan memberikan mahkotaku kepada laki-laki yang bukan suamiku. Rafhi memang tak pernah memaksaku. Ajakannya yang sangat halus tak terkesan ia sedang membujuk atau merayuku. Rafhi tahu persis bagaimana memperlakukan aku. Rasa tersanjung membuatku lupa diri bahwa Rafhi adalah pacar orang.
Dalam kesendirian aku merenung, cinta yang kujalani ini terlarang. Rafhi tak berbeda dengan playboy manapun. Hanya saja ia tahu bagaimana agar perempuan sukarela memberikan tubuhnya. Aku tak yakin akan cinta Rafhi. Bukan tidak mungkin Rafhiakan memperlakukan hal yang sama dengan perempuan lain di belakangku. Aku penasaran. Aku mulai mengamati aktifitas Rafhisehari-hari. Ternyata Rafhi memang playboy sejati. Ia bisa dengan mudah dekat dengan macam-macam perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar